Perilaku kekerasan dapat dijelaskan dengan menggunakan beberapa teori, yaitu
(1) teori belajar sosial, (2) teori insting, (3) teori kepribadian, (4) teori
kognitif, dan (5) teori frustasi agresi.
Teori Belajar Sosial. Menurut Bandura (dalam Thalib, 2003) perilaku individu
pada umumnya dipelajari secara observasional melalui model, yaitu mengamati
bagaimana suatu perilaku baru dibentuk dan kemudian menjadi informasi penting
dalam mengarahkan perilaku.
Sebagian besar perilaku individu diperoleh sebagai
hasil belajar melalui pengamatan atas perilaku yang ditampilkan oleh individu
lain yang menjadi model. Contoh kegiatan demonstrasi yang dilanjutkan dengan
tindakan anarkhis (membakar ban di tengah jalan, merobohkan pintu gerbang, bentrok
dengan aparat keamanan, dan sebagainya) dapat menjadi model perilaku kekerasan
bagi para demonstran.
Teori Insting. Teori Freud mengenai insting kerap mengundang kontroversi.
Teori ini menegaskan bahwa timbulnya perilaku kekerasan adalah karena insting,
yaitu perwujudan psikologis dari suatu sumber rangsangan somatik dalam yang
dibawa sejak lahir sehingga semua orang mempunyai kecenderungan untuk melakukan
kekerasan. Semula Freud mengemukakan bahwa perilaku kekerasan itu berkaitan
erat dengan energi libidoseksual, jika insting seksual ini mengalami hambatan
maka timbullah perilaku kekerasan.
Selanjutnya Freud mengemukakan dikotomi
energi positif dan energi destruktif yang keduanya diduga memiliki dasar
biologistik yang harus terwujud dalam perilaku nyata. Jika energi destruktif
mengarah ke pihak luar maka menjadi pemicu perilaku kekerasan terhadap orang
lain, sedangkan jika mengarah pada diri sendiri maka dapat mendorong keinginan
untuk menyakiti diri sendiri atau perilaku bunuh diri.
Teori Kepribadian. Sifat-sifat kepribadian sebagai sifat internal
berkorelasi dengan perilaku kekerasan termasuk erosi kontrol internal terhadap
sikap cepat marah (Ravinus dan Larimer, 2003). Anak yang mengalami gangguan
seperti cepat marah dan mudah menyerang cenderung mengembangkan pola perilaku
kekerasan pada usia selanjutnya. Dengan demikian faktor temperamen yang
merupakan bagian dari komponen kepribadian berkaitan dengan perilaku kekerasan.
Teori Kognitif. Konsep dasar teori kognitif mengacu pada kegiatan mental
yang tidak dapat diubah begitu saja dalam menjelaskan perilaku sosial dengan
postulat yang sesungguhnya seperti persepsi, pikiran, intensi, perencanaan,
keterampilan, dan perasaan. Teori kognitif sosial menekankan pentingnya
interaksi resiprokal faktor-faktor individu sebagai penentu perilaku kekerasan.
Kecenderungan perilaku kekerasan dapat dijelaskan dengan mengacu pada teori
kognitif.
Teori Frustasi-Agresi. Terjadinya frustasi adalah jika seseorang tidak dapat
memiliki sesuatu yang diinginkan pada waktu orang tersebut benar-benar
memerlukannya. Dollard et al (dalam Wimbarti, 1996) berkeyakinan bahwa setiap
tindakan agresi dan kekerasan pada akhirnya dapat dilacak penyebabnya dalam
kaitannya dengan frustasi. Frustasi merupakan salah satu faktor penentu agresi dankekerasan.