Rabu, 05 Oktober 2011

Kinerja Organisasi



PENGUKURAN OBJEKTIF KINERJA ORGANISASI: EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS

Menurut Brown dan Coulter (1983:50) ada dua pendekatan berbeda yang umum digunakan dalam menganalisis dan mengukur kinerja organisasi publik. Pendekatan pertama adalah mengukur kinerja dengan menggunakan data dan informasi yang berasal dari dalam organisasi pemerintah yang diukur tersebut. 

Seringkali dihubungkan dengan model produksi seperti pada Gambar 1, pendekatan pertama ini dikenal sebagai pengukuran objektif dengan dua indikator utama yaitu efisiensi dan efektivitas (Carter dkk. 1992:35; Downs dan Larkey 1986:5; Brown dan Coulter 1983:50). 

Efisiensi dan efektivitas dapat dikatakan sebagai dua istilah yang paling populer digunakan dalam pengukuran kinerja organisasi pemerintah walaupun kedua istilah ini seringkali digunakan secara tidak tepat (Mulreany 1991:7). Secara umum efisiensi didefinisikan dan diukur dari perbandingan input dan output atau rasio di mana input  diubah menjadi output (Carter dkk. 1992:37; Mulreany 1991:8; Boyle 1989:19; Gleason dan Barnum 1982:380). 

Berdasarkan definisi ini, efisiensi organisasi dapat dicapai dengan meminimalkan input dan mempertahankan output atau dengan mempertahankan input tetapi memaksimalkan output atau secara bersamaan meminimalkan input dan memaksimalkan output. Namun, banyak yang berpendapat bahwa penggunaan istilah efisiensi umumnya hanya dilihat satu sisi yaitu dalam arti meminimalkan input atau mengurangi biaya untuk menghasilkan sejumlah tertentu output (input efficiency). Istilah efisiensi jarang digunakan dalam arti memaksimalkan output atau meningkatkan pelayanan dengan menggunakan sejumlah tertentu input (output efficiency) (McGowan 1984:19; Boyle 1989:19; Carter, Klein dan Day 1992:38). Dalam kajian-kajian ilmu ekonomi, memaksimalkan output dan mempertahankan input (output efficiency) lebih dikenal sebagai produktivitas (Pass dkk. 1993:436-7).



Selain itu, dalam kajian-kajian menyangkut kinerja organisasi dikenal juga istilah efisiensi produksi dan efisiensi distrbusi (Mulreany 1991). Efisiensi produksi atau disebut juga efisiensi teknis, efisiensi X, efisiensi manajerial, atau efisiensi internal tercapai apabila organisasi dapat menghasilkan output dengan biaya semurah mungkin. Dengan kata lain, efisiensi produksi inilah sebenarnya yang dimaksudkan dengan efisiensi (Goldsmith 1996:26). Selanjutnya, efisiensi alokasi (allocative efficiency) tercapai apabila semua output organisasi dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebaliknya, akan terjadi inefisiensi alokasi apabila output organisasi pemerintah tidak dimanfaatkan oleh masyarakat seperti rumah-rumah guru sekolah yang dibangun tetapi tidak dimanfaatkan atau tangki-tangki air bersih yang dibangun tetapi tidak digunakan karena kering.

Jika dibandingkan dengan efisiensi, definisi efektivitas lebih problematik dan membingungkan. Pada organisasi publik, tujuan organisasi yang kurang jelas dan sering saling bertentangan sehingga semakin menyulitkan untuk menyepakati definisi efektivitas yang dapat diterima secara luas. Meskipun demikian, menurut Cameron (1981a:45) sedikitnya ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan dan mengukur efektivitas organisasi. 

Pertama dan paling umum digunakan adalah mengukur efektivitas dengan sejauh mana sebuah organisasi mencapai tujuan atau target yang sudah ditetapkan yang disebut dengan Goal Model (Mulreany 1991:19; Boyle 1989:19-20; Downs dan Larkey 1986:7; Gleason dan Barnum 1982:380). Pendekatan ini mengasumsikan bahwa tujuan-tujuan organisasi jelas dan dapat diukur (clear and measurable objectives) serta semakin banyak tujuan dan target organisasi dapat dicapai maka semakin efektiflah organisasi tersebut. Tetapi karena tidak semua organisasi publik memiliki tujuan yang jelas dan terukur maka pencapaian tujuan dianggap kurang relevan untuk mengukur efektivitas organisasi pemerintah.

Pendekatan kedua mengukur efektivitas organisasi, menurut Cameron (1981b:4), disebut System-Resource Model yaitu suatu organisasi dapat dikatakan efektif apabila organisasi tersebut mampu memperoleh semua sumber daya yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan organisasi tersebut. Semakin banyak sumber daya yang dapat dikumpulkan oleh sebuah organisasi dari lingkungannya maka semakin efektiflah organisasi tersebut. Dengan kata lain, kalau pendekatan Goal Model  menekankan pada output maka pendekatan System-Resource Model mengutamakan pada input.

Pendekatan ketiga untuk mengukur efektivitas organisasi disebut Internal Process Model yang menekankan pada proses dan mekanisme kerja dalam organisasi. Menurut model ini, sebuah organisasi dapat dikatakan efektif apabila proses dan mekanisme kerja di dalam organisasi tersebut berlangsung damai. Hal ini ditandai dengan adanya saling percaya di antara pegawai dan lancarnya arus informasi horizontal dan vertikal di dalam  organisasi (Cameron 1981b:4).

Pendekatan keempat dan terakhir dalam mengukur efektivitas organisasi adalah Stategic-Constituencies Model yang mengukur efektivitas suatu organisasi dengan sejauh mana organisasi tersebut dapat memuaskan stakeholder-nya. Stakeholder ini terdiri dari orang-orang yang menyediakan input untuk organisasi atau yang menggunakan output dari organisasi atau yang memiliki kerjasama dengan organisasi atau individu yang peranannya sangat penting bagi kelangsungan hidup organisasi (Cameron 1981b:4).

Tidak ada komentar: